Monday, 28 September 2015
REGIONAL TRENDS : WHITE-RUMPED SHAMA
Murai batu ternyata sangat populer di kawasan Asia Tenggara. Murai batu memang burung endemik di kawasan Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Indonesia menjadi pemuncak statistik untuk banyaknya orang yang mencari informasi mengenai : White-Rumped Shama (nama internasional untuk burung Murai Batu) disusul dengan Vietnam, Malaysia, Thailand dan Singapore. Tapi bila dilihat dari rasio total populasi (data 2014) maka urutannya jadi bisa sangat berbeda.
Malaysia dengan penduduk 30 juta dengan 567 poin.
Singapura dengan penduduk 5.5 juta dengan 545 poin.
Vietnam dengan penduduk 93 juta dengan 452 poin.
Indonesia dengan penduduk 256.6 juta dengan 395 poin.
Thailand dengan penduduk 67 juta dengan 119 poin.
Bisa sangat dimungkinkan bahwa data diatas bias. Faktor utama adalah penggunaan bahasa Inggris. Faktor signifikan lain adalah aksesibilitas jaringan internet. Karena kedua faktor diatas, maka sementara ini Malaysia dan Singapore dengan penggunaan bahasa Inggris yang lebih umum dan jaringan internet yang lebih mapan mempunyai paparan yang lebih unggul dibandingkan dengan yang ada dinegara Asean lain. Ini karena trend diatas adalah ukuran banyaknya GOOGLE SEARCH terkait dengan : White-Rumped Shama.
Minat dan kebutuhan (demand) akan menggerakkan pasokan (supply). Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang mendominasi Asia Tenggara maka Indonesia dan Vietnam menjadi pasar yang sangat potensial untuk perdagangan murai batu baik yang hasil penangkaran maupun hasil hutan. Kebalikan dengan Thailand yang tampaknya akan tetap menjadi pemasok murai batu muda hutan mengingat posisi murai batu yang bukan merupakan klangenan kicau mania yang utama. Sementara Malaysia dan Singapura tampaknya menjadi pasar bagi segmen menengah keatas (kolektor).
Bahwa Indonesia adalah pasar yang paling potensial untuk perdagangan murai batu adalah sebuah validitas yang pasti. Seiring dengan luasan hutan alam yang cepat sekali mengalami penyusutan akibat konversi lahan dan kerusakan sistemik yang ditimbulkan oleh daya dukung iklim yang kian tidak terkendali, maka murai batu mancanegara juga deras memasuki wilayah NKRI. Untuk segmentasi kolektor, maka breeder Malaysia dan Singapore dengan spesialisasi murai batu ekor panjang menjadi trend setter yang produknya mulai ramai masuk ke indonesia dan dibeli oleh kolektor dan breeder lokal. Segmentasi akar rumput dikalangan penghobi baru (pemula) yang didominasi oleh anak muda < 30 tahun, maka murai batu Thailand/Malaysia/Vietnam menjadi pilihan yang terjangkau untuk mengawali hobinya. Untuk harga, murai batu mancanegara ini bersaing dengan murai batu ekor hitam muda hutan asal kepulauan Samudra Indonesia di sekitar Pulau Sumatra.
Sebagaimana layaknya murai batu hutan di Indonesia, maka suatu saat (kemungkinan tahun 2017) maka pasokan murai hutan mancanegara ini diperkirakan akan mulai berkurang. Animo terhadap murai batu yang akan tetap besar di Indonesia apalagi bila nanti disertai dengan daya beli yang makin tinggi seiring pertumbuhan GDP Indonesia akan membawa celah supply & demand yang besar. Satu hal yang perlu menjadi perhatian; mungkin sudah banyak yang tahu bahwa di tahun 2015 Masyarakat Ekonomi Asean mulai diberlakukan. MEA ini adalah pembentukan pasar tunggal yang nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Jadi kira- kira apa yang harus kicau mania Indonesia persiapkan?