Indonesia baru memasuki masa transisi dari kemarau ke musim penghujan di November 2015 ini. Pada kondisi cuaca normal, masa pancaroba berawal di September. Masa Pancaroba ini sering di cirikan dengan adanya hujan secara sporadis (tidak merata) dengan intensitas yang tinggi (hujan deras) namun terjadi dengan waktu yang sangat singkat. Kemunduran awal musim hujan ini (1-2 bulan) ini disebabkan oleh munculnya El Nino yang tergolong kuat.
EL NINO adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di
pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim
secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin
karena adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut
bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari
Natal (akhir Desember). Di Indonesia, angin monsun (muson) yang datang dari
Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah
tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju
Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang
panjang.
Gilbart Walker adalah ilmuwan yang pertama kali mengemukaan tentang El Nino dan sekarang
dikenal dengan Sirkulasi Walker yaitu sirkulasi angin Timur-Barat di atas
Perairan Pasifik Tropis. Sirkulasi ini timbul karena perbedaan temperatur di
atas perairan yang luas pada daerah tersebut.
Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca Indonesia
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar
wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat
tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Namun karena posisi geografis
Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah
Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
Info Grafis BMG yang di lansir oleh media online KOMPAS
El Nino pernah menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Curah hujan berkurang dan keadaan bertambah menjadi lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya.
Berdasarkan data historis cuaca dan iklim Indonesia, setelah El Nino 1997 yang merupakan yang terhebat sepanjang yang tercatat terjadi di negeri ini, terjadi La Nina hingga 3 tahun berturut-turut dengan intensitas lemah. Sebaliknya bila ditarik kebelakang maka pasca El Nino 1973 timbul La Nina yang kuat.
LA NINA merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa
penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino
mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali
bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula
(dingin), dan upwelling muncul kembali, atau kondisi cuaca menjadi normal
kembali. Dengan kata lain, La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali
setelah terjadinya gejala El Nino. Perjalanan
air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah
Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan
rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia
akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga
sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika
terjadi La Nina karena mungkin bisa terjadi banjir.
Ketika La Nina kolam panas (bagian laut yang suhunya tinggi)
bergerak masuk ke arah Indonesia bagian timur dan demikian juga anginya
berhembus lebih kuat ke arah Indonesia sehingga laut di Indonesia timur
meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan yang lebih banyak dan
terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan (kumulus), sehingga daerah
Indonesia khususnya bagian timur akan curah hujanya di atas normal.
Sebaliknya ketika El Nino kolam panasnya bergerak menjauhi
Indonesia sehingga yang banyak hujan ialah di laut Pasifik, sedangkan daerah
Indonesia, khususnya bagian timur curah hujanya berkurang. Indonesia mengalami
kekeringan. Proses El Nino dan La Nina ini dapat diperlihatkan ada hubunganya
dengan aktivitas matahari dan sinar kosmik.
Fenomena La Nina ditandai dengan menurunnya SPL (suhu
permukaan laut) di zona Nino 3.4 (anomali negatif) sehingga sering juga disebut
sebagai fase dingin. Karena sifatnya yang dingin ini, kedatangannya juga dapat
menimbulkan petaka di berbagai kawasan khatulistiwa, termasuk Indonesia. Curah
hujan berlebihan yang menyertai kedatangan La Nina dapat menimbulkan banjir dan
tanah longsor di berbagai wilayah di Indonesia. Jadi, dua “lakon” di panggung
Samudera Pasifik ini sama-sama menakutkan. Yang satu menyebar petaka
kekeringan, sementara yang lain memberi ancaman banjir.
Apa dampak fenomena cuaca ini untuk kicau mania umumnya dan breeder murai batu pada khususnya ?
Saat ini di mayoritas wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan . Dari 339 Zona Musim (ZOM) 136 atau 40% lebih diantaranya telah memasuki penghujan di November sedangkan 105 ZOM akan menyusul di Desember, terbanyaknya di Jawa. Desember dan Januari, sebagai puncak musim hujan di Indonesia curah hujan diperkirakan dibawah normal.
Untuk para kicau mania, masa pancaroba adalah masa waspada. Sekali lagi WASPADA karena jangankan momongan dan klangengan kita yang dikandang, kita sendiri pun juragannya rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Kuncinya adalah menjaga stamina dengan vitamin, mineral dan gizi yang berkecukupan. Khusus untuk Murai Batu kesayangan maka jangan terlalu sering dibiarkan berada pada ruang terbuka. Full krodong harian lebih aman.
Untuk Breeder, sebenarnya musim hujan adalah masa bulan madu untuk produksi. Karena biasanya kondisi iklim mikro di kandang tangkaran akan menjadi lebih lembab dan suhunya mendekati kondisi habitat alami hutan tropis yang secara naluriah sangat kondusif bagi murai batu untuk berkembang biak. Ayo kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena musim hujan kali ini diperkirakan akan terjadi dibawah normal baik dalam segi intensitas hujannya dan jangka waktu musimnya.
Prakiraan Musim Kemarau di Indonesia 2015