Sunday, 29 July 2018

MURAI BATU/KUCICA HUTAN TERMASUK BURUNG YANG DILINDUNGI

Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

“Setiap orang dilarang untuk

a.    menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b.    menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c.    mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d.    memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e.    mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”

Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (Pasal 40 ayat [2] UU 5/1990).

Diliat dari pasal diatas, hanya Love Birds, Kenari, Anis Kembang & Anis merah Cucak Jenggot yang masih diijinkan sebagai gaco lomba kicau. Tambahan lagi adalah burung-burung impor

Implementasinya bagaimana?
Jadi Murai Batu masuk dalam kategori satwa yang dilindungiadalah Murai batu, dengan di berlakukannya Peraturan Menteri maka semua burung ternak dan koleksi milik masyarakat yg belum mempunyai Legalitas dari BKSDA semua harus diserahkan dulu kepada negara.
Selanjutnya burung tersebut diserahkan kembali kepada masyarakat dengan kategori F-0, dengan ketentuan khusus untuk tidak boleh diperjual belikan dan jika ada yg sakit atau mati harus membuat laporan kepada BKSDA, selanjutnya yang boleh di perjual-belikan adalah hasil ternak keturunan yang ke dua atau F-2 yang sudah di daftarkan sebagai aspek legalitas dan diberi identifikasi dengan ring dari BKSDA.
Setiap akan dilakukan transaksi jual beli hasil ternakan harus melakukan pelaporan kepada dinas terkait ; BKSDA  dan Karantina Hewan untuk di berikan surat jalan dan legalitas serta surat bukti burung sehat tidak sakit setelah dilakukan pemeriksaan.

Peraturan nomor :   

P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 adalah kelanjutan dari konsensus dunia yang tercantum di 

https://www.birdlife.org dan juga http://www.iucnredlist.org

Sangat menggunjang jagad penghoby burung kicau baik yang rumahan maupun penggiat lomba kicau. Karena burung seperti Murai Batu dan Jalak Suren yang sudah ditangkaran ex-situ secara masal dimasukkan kedalam kategori di lindungi. Ini mengundang protes keras dari para peternak yang selama ini sudah bersusah payah merintis konservasi jenis burung ini. Secara ekonomi, jika Permen LKH 20 ini langsung efektif diterapkan maka kakkkaknk k

Sudah Ada komitmen tentang adanya ketentuan peralihan selama Masa transisi atas  Peraturan Menteri LHK No.20 diatas.

SIARAN PERS »6  AUG 2018

Kini 919 Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar di Indonesia Dilindungi Undang-Undang

Nomor : SP. 427/HUMAS/PP/HMS.3/08/2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 6 Agustus 2018. 

Sebanyak 1.771 jenis burung di dunia diketahui berada di Indonesia, bahkan 562 jenis diantaranya berstatus dilindungi. Status ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, tentang Jenis Tumbuhan Satwa yang Dilindungi, yang terbit pada tanggal 29 Juni 2018.

Selain jenis burung, dalam peraturan ini juga tercantum jenis lain yang dilindungi, yaitu 137 jenis mamalia, 37 jenis reptil, 26 jenis insekta, 20 jenis ikan, 127 jenis tumbuhan, sembilan jenis dari Krustasea, Muluska dan Xiphosura, serta satu jenis amphibi, sehingga total 919 jenis. 

"Terdapat penambahan daftar jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dalam P.20/2018, yaitu sebanyak 241 jenis atau 26% dari daftar yang tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 (PP.7/1999), tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa", jelas Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno.

Penetapan jenis-jenis dilindungi ini, disampaikan Wiratno, untuk mencegah tumbuhan dan satwa dari kepunahan, akibat kerusakan habitat dan perdagangan (termasuk perburuan) yang tidak terkendali.

"Tanpa tindakan perlindungan, jenis-jenis terancam punah akan punah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kepunahan ini harus dihindarkan, karena seluruh species di dalam ekosistemnya mempunyai peran sangat sentral", lanjutnya.

Meskipun demikian, Wiratno menekankan, 

upaya konservasi di habitat (insitu) merupakan jalan terbaik, yaitu melalui perlindungan populasi di habitat alam, dan perbaikan habitat, yang didukung sosialisasi, dan penegakan hukum.

"Namun apabila tindakan konservasi insitu tersebut tidak berhasil, maka dilakukan tindakan konservasi eksitu, yaitu dengan melakukan penangkaran yang hasilnya 10% dikembalikan ke alam (restocking)", Wiratno menambahkan alasan terbitnya P. 20/2018 ini.

Selain itu, perubahan jenis tumbuhan dan satwa dilindungi menjadi tidak dilindungi ataupun sebaliknya, merupakan mandat PP. 7/1999 pasal 4 ayat (3), setelah Menteri LHK mendapat rekomendasi dari otoritas keilmuan (Scientific Authority) LIPI. 

"Burung berperan sentral dalam keseimbangan ekosistem, sebagai pengendali hama, penyerbukan dan penyebar biji. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, terjadi penurunan populasi burung di habitat alamnya sebayak 50%", jelas Wiratno, terkait adanya penambahan jenis-jenis burung yang umum ditemukan, seperti Muray Batu, Pleci, dan Cicak Rawa.

Wiratno juga mengakui, pasca terbitnya P.20/2018, Pemerintah mendapat respon yang dinamis dari seluruh elemen masyarakat, khususnya dari komunitas pecinta burung berkicau. Respon ini disadarinya sebagai bentuk kecintaan terhadap burung.

"Tidak ada larangan melakukan pemeliharaan burung berkicau, hanya perlu kesadaran bahwa, pemeliharaan juga harus menjamin keberadaan burung berkicau di alam. Untuk itu kami mengajak semua pihak, untuk melestarikan spesies burung melalui konservasi insitu, yang didukung pengembangan konservasi eksitu", lanjut Wiratno.

Ketentuan peralihan juga akan diterbitkan lebih lanjut, sebagai pengaturan masa transisi yang meliputi pendataan kepemilikan, penandaan, dan proses izin penangkaran dan atau izin Lembaga konservasi. Terkait hal ini, Wiratno menyampaikan, KLHK akan segera merevisi P.20/2018 dengan menambahkan pasal Ketentuan Peralihan. 

Dalam ketentuan peralihan akan diatur bahwa setiap orang yang mempunyai, menyimpan, memelihara, dan memperdagangkan jenis-jenis TSL, yang sebelumnya tidak termasuk dalam lampiran jenis-jenis yang dilindungi, maka terhadap jenis maupun spesimen tersebut, dianggap tidak termasuk jenis yang dilindungi. Adapun untuk masa transisi akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dirjen KSDAE.

Wiratno juga berharap, ke depannya agar semua burung berkicau yang dilombakan, dapat bersumber dari hasil penangkaran yang teregister, bercincin dan bersertifikat. 

"Kami minta masyarakat dapat melaporkan kepemilikan jenis burung, guna proses pendataan dan penandaan oleh Balai Besar / Balai KSDA setempat", pungkas Wiratno. Masyarakat dapat menghubungi Call Center Direktorat KKH Gedung Manggala Wanabhakti Blok VII Lantai 7 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta (Nomor HP 081315003113).

Berdasarkan PP. 7/1999, kriteria penetapan suatu jenis menjadi dilindungi memiliki kriteria antara lain, mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, dan memiliki daerah penyebaran yang terbatas (endemik). Tujuan PP. 7/1999 itu sendiri adalah untuk : 1) Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan; 2) Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa; dan 3) Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada.

Sebagaimana diketahui, saat ini mekanisme pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, telah diatur dalam PP Nomor. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dengan demikian, terdapat mekanisme bagi publik untuk memanfaatkan jenis tumbuhan dan satwa liar termasuk penangkaran dan pemeliharaan untuk kesenangan. (*).


Penanggung jawab berita: 

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 

Djati Witjaksono Hadi – 081977933330


Informasi lebih lanjut :

1) Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen KSDAE.

Drh.Indra Exploitasia - 08111702551

2) Kepala Sub Direktorat Pemanfaatan Jenis, Direktorat KKH, Ditjen KSDAE

Nunu Anugrah - 081282747606

Moga2 makin semangat dan fokus

No comments:

Post a Comment